Perkembangan Sebaran Prevalensi Stunting
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 (dua) tahun. Dengan demikian periode 1000 hari pertama kehidupan seharusnya mendapat perhatian khusus karena menjadi penentu tingkat pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan produktivitas seseorang di masa depan.
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi prevalensi stunting adalah intervensi yang dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Intervensi anak kerdil (Stunting) memerlukan konvergensi program/intervensi dan upaya sinergis pemerintah serta dunia usaha/masyarakat. Pada Tahun 2021, Pemerintah Daerah Kabupaten Banyusian telah mengadakan Rembuk Stunting dan Penggalangan Komitmen dalam upaya penanggulangan stunting. Tahapan aksi konvergensi telah dilakukan, salah satunya dengan menetapkan 10 desa lokus stunting untuk diberikan intervensi spesifik dan sensitif di wilayah tersebut.
Gambaran tren prevalensi dan jumlah balita stunting selama kurun waktu 3 tahun terakhir di Kabupaten Banyuasin diperlihatkan pada grafik berikut :
GRAFIIK 1. TREN PREVALENSI STUNTING PADA BALITA TAHUN 2019 – 2021
DI KABUPATEN BANYUASIN
Sumber: (Laporan ePPGBM Tahun 2019, 2020 dan 2021)
Dari grafik di atas menunjukkan bahwa terjadi penurunan persentase Stunting pada balita di Kabupaten Banyuasin selama periode Tahn 2019 – 2021, yaitu dari 17,6%, 10,02% dan 6,31 %. Hal ini menunjukkan adanya keberhasilan beberapa intervensi yang dilakukan dan terjalinnya konvergensi program dalam upaya percepatan penurunan stunting di Kabupaten Banyuasin meski di masa pandemi Covid 19. Tren penurunan angka stunting yang signifikan juga diikuti sebagian besar kecamatan di Tahun 2021. Dari 21 kecamatan, hanya Kecamatan Muara Sugihan dan Selat Penuguan yang masih mengalami peningkatan prevalensi stunting di wilayahnya.
Meskipun angka prevalensi stunting pada Tahun 2021 mengalami penurunan, namun masih terlihat sebaran prevalensi stunting di Kecamatan yang masih tinggi di atas angka Kabupaten (6,31%), Hal ini menunjukan belum tuntasnya permasalahan gizi di wilayah tersebut diatasi. Terutama ditemui pada Kecamatan Rantau Bayur, Suak Tapeh, Banyuasin III, Banyuasin I, Selat Penuguan, Talng Kelapa, Muara Padang dan Muara Sugihan. Ke delapan Kecamatan ini tentunya akan menjadi prioritas dalam percepatan penurunan stunting di Kabupaten Banyuasin ke depannya.
Intervensi gizi sensitif di luar sektor kesehatan yang melibatkan lintas program, lintas sektor dan semua stakeholder terkait hendaknya lebih diterapkan dalam penanganan stunting di tahun mendatang. Diperlukan pula peningkatan kerjasama dan komitmen semua pemangku kebijakan Pemerintahan Kabupaten hingga Pemerintahan desa di Kabupaten Banyuasin demi penurunan stunting pada balita.
GRAFIIK 2. TREN SEBARAN JUMLAH BALITA STUNTING TAHUN 2019 – 2021
DI KABUPATEN BANYUASIN
Sumber: (Laporan ePPGBM Tahun 2019, 2020 dan 2021)
Dari grafik di atas menunjukkan bahwa jumlah balita Stunting di Kabupaten Banyuasin rata-rata mengalami peningkatan dari Tahun 2019 ke Tahun 2020 yaitu 199 orang menjadi 258 orang. Dan mengalami penurunan di Thun 2021 yaitu 167 orang. Beberapa Kecamatan yang ditemukan jumlah balita stuntingnya melebihi rata-rata angka Kabupaten (Tahun 2021) adalah Kecamatan Rantau Bayur, Suak Tapeh, Banyuasin III, Banyuasin I, Selat Penuguan, Talng Kelapa, Muara Padang dan Muara Sugihan. Sebaran jumlah balita stunting yang meningkat menunjukkan masih tingginya masalah gizi stunting pada balita yang ditemui di Kecamatan-kecamatan tersebut dan masih terus dilakukan intervensi gizi spesifik dan sensitif.
A. Faktor Determinan Yang Memerlukan Perhatian
Dari Gambaran sebaran angka stunting di kecamatan ditemukan faktor determinan yang masih menjadi kendala dalam perbaikan status gizi (stunting) balita khususnya baduta, antara lain adalah masih ada keluarga yang belum tersedia jamban sehat (212 KK) dan akses air bersih yang layak (237 KK), masih ada keluarga yang belum mempunyai Jaminan kesehatan (325 KK), masih banyak anggota rumah tangga yang merokok di dalam rumah (1.195 KK), masih ditemuinya ibu hamil yang kurang gizi (156 orang), masih ada bayi yang tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap (37 orang), dan balita yang bermasalah gizi diperberat dengan penyakit penyerta (4 orang) dan menderita kecacingan (24 orang).
Masih rendahnya akses air bersih dan jamban yang layak bagi rumah tangga banyak ditemui di Kecamatan Rantau Bayur, Banyuasin I, Air Salek, dan Sumber Marga Telang. Kepesertaan keluarga mengikuti JKN yang masih rendah masih ditemui di Kecamatan Air Kumbang, Rambutan dan Muara Telang.
B. Perilaku Kunci Rumah Tangga 1000 HPK yang Masih Bermasalah
Dinas Kesehatan bersama dengan Puskesmas juga telah melakukan monitoring sekaligus anallisa masalah yang terjadi hingga di desa menunjukkan Pola Asuh Balita, Pola Konsumsi Ibu hamil dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Masyarakat masih membutuhkan intervensi dan pembinaan. Intervensi spesifik dilakukan pada Tahun 2020 Ibu Hamil Anemia mendapatkan tablet tambah darah sebanyak minimal 90 tablet selama kehamilan. Ibu hamil Kurang Energi Kronis mendapatkan PMT (Pemberian Makanan Tambahan). Di desa telah berjalan kelas ibu hamil dan posyandu balita yang rutin setiap bulannya untuk memantau tumbuh kembang balita dan memantau kesehatan ibu hamil. Meskipun selama masa pandemi Covid 19 terjadi keterbatasan pelayanan yang dilakukan, namun monitoring tetap dilakukan terutama pada sasaran ibu hamil dan balita yang beresiko dan mengalami masalah gizi dengan kunjungan rumah.
C. Kelompok Sasaran Berisiko
Kelompok beresiko yang perlu mendapatkan perhatian antara lain Calon Pengantin, Ibu hamil, Bayi, dan Usia Bawah Dua tahun (Baduta). Remaja Putri perlu disiapkan untuk menjadi calon pengantin pada usia idealnya, sehingga saat hamil dapat menjadi ibu hamil yang sehat dan berperilaku sehat, sehingga bayi yang dikandungpun dapat lahir dengan selamat, sehat dan cerdas. Bayi yang telah dilahirkan tersebut berhak untuk mendapatkan ASI eksklusif dan Pemberian Makan Bayi dan Anak yang sesuai sehingga pertumbuhan otaknya dapat optimal.
Meski di masa pandemi Covid 19, berbagai upaya yang telah ditempuh di Kabupaten Banyuasin guna menurunkan angka stunting melalui perbaikan gizi di masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) tetap memperhatikan protokol kesehatan dan sosial distancing, antara lain dengan sosialisasi ASI-Eksklusif dan IMD, pendidikan gizi untuk ibu hamil di kelas ibu hamil, pemberian TTD untuk ibu hamil, Konseling Pemberian Makan pada Bayi dan Anak (PMBA), sosialisasi GEMARIKAN, Pelaksanaan Posyandu Pemulihan Gizi (Pos Genting), Gerakan Makan Ayam dan Telur di Posyandu (Gemar Posting), program penyehatan lingkungan, penyediaan sarana dan prasarana air bersih dan sanitasi. Kegiatan kunjungan rumah pun giat dilakukan agar balita dan ibu hamil beresiko dapat terpantau kesehatan dan pertumbuhannya.
Meski berbagai intervensi gizi spesifik di bidang kesehatan telah banyak dilakukan, namun belum mampu menurunkan jumlah balita stunting dan Prevalensi Stunting di Kabupaten Banyuasin khususnya beberapa kecamatan di atas. Karenanya perlu peningkatan kerjasama dan komitmen semua pemangku kebijakan dan pelaksana program dalam melaksanakan intervensi gizi sensitif (di luar bidang Kesehatan) dalam menangani stunting di Pemerintahan Kabupaten Banyuasin. Peran semua lintas sektor dan program, semua organisasi profesi, pemerintahan desa dan masyarakat umumnya bersinergi dalam mendukung gerakan penurunan stunting di Kabupaten Banyuasin.