Bentuknya bulat panjang, kenyal dan memiliki dua bulatan seperti telur di pangkalnya. Sekilas benda ini seperti tidak berharga, namun siapa sangka nilai jualnya perkilogram bisa mencapa Rp 80 jutaan.
Nelayan Banyuasin khususnya di kawasan Perairan Sembilang tidak asing lagi dengan benda yang sering disebut warga ‘katak’ ikan itu. Bahkan tidak sedikit nelayan setempat, mengais rezeki dari gelembung udara yang terdapat di dalam perut ikan tersebut.
Wajar saja, karena harga jualnya sangat tinggi, satu butir Katak Ikan bisa dihargai Rp 100 ribu sampai jutaan rupiah. Kalau dihitung perkilogram, bisa tembus Rp 80 jutaan satu kilo. Tergantung dengan jenis dan kualitasnya. “Biasanya yang terdapat di sini yang berukuran sedang, kisaran harga Rp 100 ribu sampai Rp 500 ribu perbutir,” jelas Joko warga Sembilang.
Dia melanjutkan, tidak semua gelembung ikan bernilai tinggi, ada beberapa jenis ikan saja yang gelembungnya bisa dijual mahal. Diantaranya ikan tirisan, ikan gulama, kakap dan ikan lainnya. “Gelembung itu harus dalam keadaan kencang, atau berisi angin. Kalau bocor, harganya jatuh bahkan tidak diterima oleh pengepul,” ungkapnya.
Saat ini di dusun IV desa Sembilang sudah ada pengepul yang menampung gelembung ikan itu, milik pengusaha asal pulau Bangka. Bila sudah banyak, gelembung akan dibawa ke Bangka, kemudian diekspor ke berbagai negara, terutama China, Korea, Taiwan, Amerika dan sejumlah negara di Eropa. “Yang punya orang Bangka, mungkin karena dari sini lebih dekat ke Pulau Bangka,” jelasnya.
Dia mengakui, Perairan Sembilang memiliki sejumlah komoditi laut yang khas dan bernilai tinggi. Selain gelembung ikan, juga ada udang ‘petak’ cumi, ubur-ubur merah dan sejumlah hasil laut lainnya. Olahan hasil laut juga banyak dilakukan nelayan Banyuasin, seperti terasi, ikan asin dan lainnya. Tap, lagi-lagi yang menjadi pengusaha besarnya adalah pengusaha Provinsi Bangka dan produk asal Banyuasin itu, diberi label Bangka. “Seperti terasi Bangka yang cukup terkenal itu, padahal mayoritas berasal dari Banyuasin,” katanya.
Sangat disayangkan pengusaha lokal Banyuasin maupun Sumatera Selatan belum ada yang mampu menjadi pengepul atau membuka gudang di sana. Padahal Sumberdaya yang ada cukup banyak dan berdaya jual tinggi. Bila dikelola dengan baik, bisa menjadi komoditi unggulan daerah di tingkat nasional hingga internasional. “Kendalanya saat ini jalur transportasi, jalan darat ke sini masih belum bisa. Tinggal dibangun jalan saja, saya yakin pengusaha daerah bisa masuk. Lebih baik lagi, kalau pemerintah yang membuat BUMD untuk pengolahan hasil laut di wilayah perairan Sungsang dan sekitarnya,” jelasnya.
Sementara itu Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Banyuasin Kosarudin mengakui, banyaknya Sumberdaya laut di perairan Sungsang. Namun hingga kini belum bisa dekolola oleh pengusaha daerah maupun pemerintah setempat. “Dari segi letak wilayahnya, Sungsang memang lebih dekat ke Bangka,” jelasnya.
Sudah dari dulu, sejak Bangka masih bergabung dengan Sumsel, warga setempat sudah biasa bertransaksi ke Bangka. Tidak mudah untuk mengambil pasar itu ke daerah, karena belum ada pengusaha Sumsel atau Banyuasin yang mampu bersaing. “Namun saya yakin kedepannya, Sungsang bisa menjadi icon daerah dengan sumber daya lautnya,” jelasnya.
Apalagi bila kawasan ekonomi khusus telah berjalan, dengan dibukanya pelabuhan Tanjung api-api dan Tanjung carat. “Tinggal lagi infrastrukturnya, bila sudah memadai, dengan sendirinya warga setempat akan lebih memilih membawa hasil lautnya ke Sumsel dan ini menjadi PR bagi kami,” katanya.